MAKALAH SISTEM PENDETEKSI KEBOCORAN GAS LPG MENGGUNAKAN METODE FUZZY YANG DIMPLEMENTASIKAN DENGAN REAL TIME OPERATION SYSTEM (RTOS)
MAKALAH
SISTEM PENDETEKSI KEBOCORAN GAS LPG MENGGUNAKAN
METODE FUZZY YANG DIMPLEMENTASIKAN DENGAN REAL TIME OPERATION SYSTEM (RTOS)
DOSEN PENGAMPU :
Endang Kurniawan S.Kom, M.M, M.Kom., CEH., CHFI., CIPM.
DISUSUN OLEH :
Anis Prayugo (4117065)
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINTEK
UNIVERSITAS
PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini. Dalam pembuatan
makalah ini, banyak kesulitan yang kami alami terutama disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari semua pihak
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tak ada gading
yang tak retak. Begitu pula dengan makalah yang kami buat ini yang masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran agar
makalah ini menjadi lebih baik serta berdaya guna dimasa yang akan datang
Jombang,
06 Juli 2019
( Anis Prayugo )
Daftar
Isi
Kata
Pengantar........................................................................ i
Daftar
Isi................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................. 3
1.1 Latar Belakang................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................. 4
2.1 Metodelogi Penelitian........................................................ 5
2.2 Perancangan dan Implementasi............................................ 6
2.3 Pengujian...................................................................... 11
BAB III PENUTUP....................................................................... 13
3.1 Kesimpulan..................................................................... 16
3.2 Daftar Pustaka................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebakaran bisa terjadi sewaktu- waktu tanpa disadari
dan dapat mengancam keselamatan sekitarnya. Penyebab kebakaran bervariasi,
mulai dari faktor alam, sampai dengan
karena unsur kesengajaan. Dengan latar belakang tersebut sangat diharapkan
adanya suatu usaha yang mampu mendeteksi lebih dini terjadinya kebakaran.
Terjadinya kebakaran berdasarkan kebocoran gas harus dapat mengakomodir sifat dari api. Yang
pertama harus mampu mendeteksi adanya kenaikan suhu yang disebabkan oleh
keberadaaan api tersebut. Selain itu, sistem juga harus mampu membaca adanya
asap yang dihasilkan oleh api. Untuk mewujudkan sistem tersebut, diperlukan
sensor yang mampu mendeteksi kebocoran gas LPG. Sistem alarm juga harus mampu
memberikan peringatan kepada pengguna dan orang- orang disekitar serta
diperlukan juga suatu cara mengatasinya terlebih dahulu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 METODE PENELITIAN
LPG merupakan bahan bakar alternatif berupa gas yang menghasilkan emisi polusi lebih sedikit dibandingkan dengan bahan
bakar minyak. Keputusan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral No : 1971/26/MEM/2007 tanggal
22 Mei 2007,
pemerintah mencanangkan konversi dari minyak bumi (minyak tanah) menjadi gas
alam (LPG). Program konversi beralih menjadi gas alam ini di maksudkan
untuk mengganti minyak
tanah sebagai bahan bakar memasak di Indonesia.
Hampir seluruh masyarakat di indonesia beralih menggunakan LPG, disamping
harganya murah, cara penggunaanya juga lebih efektif.
LPG
memiliki karakteristik yang mudah terbakar dan memiliki berat jenis yang lebih
besar dari udara sehingga sulit untuk mendeteksi gas tersebut apabila terjadi
kebocoran, dikarenakan gas ini akan terakumulasi pada bagian bawah ruangan
serta mudah terbakar dengan adanya sumber ignition. Berita kebakaran pun sering
terdengar sebagai akibat tabung gas LPG meledak. Meledaknya tabung gas ini
disebabkan oleh banyak factor seperti kebocoran pada selang, tabung atau pada
regulatornya yang tidak terpasang dengan baik. Pada saat terjadi kebocoran akan
tercium gas yang menyengat, Gas inilah yang nantinya akan meledak apabila ada
sulutan atau percikan api, atau adanya nyala rokok (Widyanto & Erlansyah,
2014).
Pada embedded
system, sistem operasi sangat diperlukan dalam pengaturan eksekusi yang
menuntut kecepatan proses. Selain dibutuhkan sistem yang merespon dengan cepat
perubahan masukkan, melakukan proses multitasking, dan menjamin ketepatan hasil
eksekusi, diperlukan juga sistem yang memiliki kepastian waktu selesainya
sebuah pekerjaaan atau task. RTOS yang merupakan salah satu solusi yang sesuai
untuk mengaplikasikannya pada embedded mikrokontroler (Jatmiko, et al., 2015).
Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Nicholas Pantano pada tahun 2011 hingga 2012
yang berjudul Real Time Operating System on Arduino. Penelitian ini meneliti
tentang utilitas penjadwalan RTOS pada arduino uno yang didemontrasikan dengan menggunakan 3 sensor.
Penelitian ini berhasil melakukan penjadwalan yang sesuai dengan penjadwalan
preemptif yang diprioritaskan.
Berdasarkan
permasalahan yang ada akan dirancang sebuah sistem yang mampu mendeteksi
kebocoran gas LPG dan tingkat bahaya kebocorannya berdasarkan kadar gas di
udara dan suhu pada sekitar tabung gas dengan menggunakan metode fuzzy sugeno.
Prototipe pendeteksi kebocoran gas LPG menggunakan mikrokontroler Arduino Uno
yang akan diimplementasikan dengan metode fuzzy yang digunakan untuk menentukan
tingkat bahaya kebocoran gas dan RTOS yang digunakan sebagai penjadwalan task.
2. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI
Pada tahap perancangan terbagi menjadi dua
bagian, yaitu perancangan hardware dan perancangan software.
Berdasarkan
pada alur perancangan pada Gambar 1, Perancangan perangkat keras meliputi,
perancangan pembuatan skema rangkaian dan desain perancangan prototipe sistem,
sedangkan pada perangkat lunak meliputi, perancangan RTOS dan Perancangan
proses fuzzy. Perancangan perangkat keras pada sistem dapat dilihat pada Gambar
2.
Pada Gambar 2, sensor modul MQ-6
digunakan untuk mendeteksi konsentrasi kadar gas LPG dalam satuan ppm(part per million) sedangkan sensor LM35
digunakan untuk mendeteksi suhu sekitar dalam satuan celcius. Kedua sensor ini berperan sebagai input dari sistem. Pembacaan dari kedua sensor tersebut diproses
didalam arduino uno, dimana pada arduino uno sudah
terdapat program fuzzy untuk
menentukan kondisi kebocoran
gas LPG. Output dari sistem akan dikeluarkan
melalui LCD yang berupa kondisi kebocoran dan ditandai oleh bunyi buzzer. Skema perancangan dari perangka keras dapat
dilihat pada Gambar 3.
Skema
perancangan perangkat keras secara keseluruhan dapat dlihat pada gambar 3,
dimana pada gambar tersebut seluruh komponen digabung menjadi satu sistem yang
saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama. Perangkat keras pada
sistem ini antara lain, Arduino Uno, sensor LM35, sensor MQ-6, buzzer, LCD,
potensiometer dan breadboard. Arduino Uno bertugas sebagai pusat pengkontrol
kerja perangkat lain dan pusat pemprosesan data pada sistem. Koneksi pin Gambar
3 diatas ditunjukan pada Tabel 1 berikut.
Untuk desain
prototipe perangkat keras dibuat wadah seperti pada Gambar 4, dimana sensor
modul MQ-6 dan sensor LM35 di posisi depan. Peletakan tersebut agar sensor dapat
mendeteksi kadar gas dan suhu yang ada didepannya. Untuk LCD juga diletakan di
posisi depan untuk mempermudah melihat output yang di tampilkan.
Setelah
perancangan pada perankat keras, langkah selanjutnya adalah perancangan
perangkat lunak yang meliputi perancangan RTOS dan fuzzy. Pada proses
perancangan RTOS terdiri dari beberapa tahapan yaitu menentukan berapa task
yang akan dibuat, menentukan tugas tiap task, mentukan priority tiap task, dan
mengatur delay tiap tasknya. Prioritas dengan nilai terbesar akan dieksekusi
terlebih dahulu. Diagram alir perancangan RTOS dapat dilihat pada Gambar 5.
Seperti
Gambar 5, sistem akan dibagi menjadi 4 task dimana tiap task memiliki tugasnya
masing-masing tiap tasknya menggunakan sumber yang sama yaitu semaphore. Dengan
penggunaan semaphore tiap task akan memakai sumber daya secara bergantian agar
dapat berjalan secara konkuren. Untuk pembagian tugas dan prioritasnya lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada proses
perancangan kontrol fuzzy terdiri dari beberapa sub-proses yaitu, proses
fuzzifikasi, proses inferensi dan proses defuzzifikasi, Masing-masing
sub-proses pada kontrol fuzzy memiliki fungsi yang saling terkait. Setiap
sub-proses tersebut akan memproses input dan menghasilkan output. Output yang
dihasilkan satu sub-proses akan digunakan sebagai input untuk sub-proses berikutnya
sampai menghasilkan output akhir. Flowchart perancangan kontrol fuzzy dapat
dilihat pada Gambar 6.
Pada Gambar
6 diatas, sub-sistem fuzzifikasi akan memproses data input yang didapat ketika
melakukan sensing. Data tersebut berupa nilai tegas atau crisp. Sub-proses
fuzzifikasi akan merubah nilai tegas yang ada kedalam fungsi, keanggotaan atau
derajat membership. Sistem yang dibangun memiliki dua jenis input berupa data
kadar gas dan suhu di sekitar tabung LPG. Pada data kadar gas digolongkan
menjadi 3 kriteria, yaitu Rendah, Medium dan Tinggi. Setiap data input akan di
cek nilai keanggotaan untuk menentukan golongan input. Perancangan himpunan
fuzzy kadar gas dapat dilihat pada Gambar 7.
Untuk data suhu
digolongkan menjadi 3 kriteria yaitu Normal, Hangat dan Panas. Perancangan
himpunan fuzzy kadar gas dapat dilihat pada Gambar 8 berikut
Setelah proses fuzzifikasi
selesai dilanjutkan dengan proses inferensi. Inferensi adalah proses
penggabungan banyak aturan berdasarkan data yang tersedia. Dari uraian di atas,
telah terbentuk 6 himpunan fuzzy sebagai input, yaitu: kadar rendah, kadar
medium, kadar tinggi, suhu normal, suhu hangat, dan suhu pasenas, ditambah
dengan 4 himpunan kondisi sebagai output, yaitu : kondisi normal, kondisi
siaga, kondisi waspada, dan kondisi bahaya. Pada aturan fuzzy ini akan
memberikan aturan-aturan dalam fuzzy sistem yang akan dibuat dengan menggunakan
perintah “IF” dan “AND” dan menghasikan perintah “THEN”. Aturan dasar fuzzy
yang digunakan untuk menentukan kondisi kebocoran gas di udara dapat dilihat
pada Tabel 3.
Berdasarkan sembilan aturan
fuzzy tersebut, akan ditentukan nilai α untuk masing- masing aturan. α adalah
nilai keanggotaan anteseden dari setiap aturan. Berikut ini adalah
langkah-langkah untuk untuk mengkonversi sembilan aturan fuzzy tersebut
sehingga diperoleh nilai α dari setiap aturan. Aturan yang digunakan adalah
aturan MIN pada fungsi implikasinya.
Setelah
diketahui nilai α pada masing masing aturan, Menurut metode MIN-MAX selanjutnya
tiap variabel kondisi akan mengevaluasi masing-masing rule yang terkait dengan
kondisi tersebut untuk dicari nilai terbesarnya (MAX), seperti:
• Variabel kondisi normal yang
terdiri dari rule0 dan rule1, maka tidak perlu dicari nilai terbesarnya,
sehingga dapat dituliskan
:
Normal = max (rule0 , rule1)
• Variabel kondisi Siaga yang terdiri
dari rule1, rule3, dan rule4, sehingga dapat dituliskan : Siaga = max ( rule2, rule3)
• Variabel kondisi waspada yang
terdiri dari rule2, rule5, rule6, dan rule 7, sehingga dapat dituliskan :
Waspada = max(rule2, rule5, rule6, rule7)
• Variabe kondisi bahaya yang hanya
terdiri dari rule8 saja maka tidak perlu dicari nilai terbesarnya, sehingga
dapat dituliskan
:
Bahaya = rule8
Setelah nilai setiap variabel
kondisi diketahui selanjutnya, nilai dari masing masing kondisi dibandingkan
untuk mencari nilai terbesar. Hasil dari perbandingan ini yang nantinya menjadi
output dari sistem.
• Defuzzifikasi = max (normal, siaga,
waspada, bahaya)
Setelah
tahap perancangan selanjutnya tahap implementai. Implementasi dilakukan sesuai
dengan perancangan yang sudah dilakukan sebelumnya. Implementasi pada perangkat
keras dapat dilihat pada Gambar 9.
3. PENGUJIAN
Terdapat 4 pengujian dalam
sistem ini, yaitu pengujian akusisi data yang terdiri dari pembacaan sensor
MQ-6 dan LM35, pengujian fuzzifikasi, pengujian RTOS, dan pengujian perbedaan
sistem yang menggunakan RTOS dengan sistem tanpa menggunakan RTOS. Hal tersebut
ditunjukan pada Gambar 10.
Pada pengujian pertama,
dilakukan pengujian akusisi data pada sensor modul MQ-6 dalam mendeteksi kadar
ppm pada gas LPG. Pembacaan gas tersebut dilakukan dengan cara menekan tombol
gas pada kompor. Output dari pembacaan sensor dilihat melalui serial monitor
pada Arduino IDE. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, maka didaptkan hasil
pembacaan sensor seperti pada Tabel 4 berikut
Nilai
Pembacaan
Sensor
(ppm)
|
Kondisi
|
0
|
Belum ditekan
|
0
|
|
6
|
Tombol gas di tekan
|
271
|
|
1565
|
|
3939
|
|
7265
|
|
5942
|
tombol gas di lepas
|
688
|
|
25
|
|
0
|
Pada pengujian kedua, dilakukan pengujian akusisi data pada sensor LM35. Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui sistem error dari sensor jika dibandingkan dengan alat termometer digital. Pembacaan suhu tersebut dilakukan dengan cara memberikan uap air hangat untuk meningkatkan pembacaan suhu. Output dari pembacaan sensor dilihat melalui serial monitor pada Arduino IDE. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, maka didapatkan hasil pembacaan sensor seperti pada Tabel 5 berikut.
Waktu (detik)
|
Sensor LM35(oC)
|
Termometer (oC)
|
Error
%
|
1
|
28.8
|
29.8
|
3,35 %
|
3
|
29.8
|
30.4
|
1,97 %
|
5
|
30.2
|
31.2
|
3,20 %
|
7
|
34.7
|
33.1
|
4,83 %
|
9
|
37.6
|
35.0
|
7,42 %
|
11
|
39.1
|
37.7
|
3,71 %
|
13
|
41.0
|
39.8
|
3,02 %
|
15
|
42.5
|
41.4
|
2,66 %
|
17
|
42.9
|
42.7
|
0,47 %
|
20
|
43.9
|
43.2
|
1,62 %
|
Rata- Rata
|
3,22 %
|
Tabel
5. Error rate pada sensor LM35 dengan alat termometer berbeda, namun perbedaan
tersebut tidak terlalu jauh. Hal ini dapat diketahui dari rata-rata sistem
error yang terhitung pada sensor LM35 mencapai 3,22 %. Jika dilihat pada pola
pembacaan dari sensor LM35 dengan pembacaan termometer didapatkan hasil yang
tidak stabil. Pada detik awal pembacaan termometer lebih tinggi dibandingkan
pembacaan sensor LM35. Namun, setelah beberapa detik pembacaan sensor LM35
lebih besar dibandingkan termometer. Hal ini dapat diakibatkan oleh proses
kalibrasi yang kurang baik.
Pada
pengujian ketiga, dilakukan pengujian program fuzzy pada sistem dalam
menentukan kondisi kebocoran gas LPG. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk
mengetahui metode fuzzy yang diterapkan pada sistem sesuai dengan perancangan.
Output dari sistem dilihat melalui serial monitor pada Arduino IDE. Berdasarkan
pengujian yang dilakukan, maka didapatkan hasil pembacaan sensor seperti pada
Tabel 6 berikut.
Pembacaan Sensor Gas MQ-6
|
Pembacaan Sensor suhu LM35
|
Output Sistem
|
Kondisi
|
339
|
27
|
0,6
|
Normal
|
327
|
26
|
0,8
|
Normal
|
388
|
28
|
0,56
|
Siaga
|
895
|
28
|
0,6
|
Waspada
|
714
|
28
|
0,6
|
Siaga
|
1185
|
35
|
1
|
Berbahaya
|
Tabel 6. Hasil pengujian proses fuzzifikasi
Berdasarkan pengujian tersebut,
dapat dianalisis bahwa rumus fuzzy yang digunakan untuk menentukan kondisi
kebocoran gas LPG pada sistem benar dan tepat. Hal ini dapat dilihat dari 6
percobaan dengan input yang berbeda pada tabel memberikan output sistem yang
sesuai dengan perancangan. Hal tersebut ditunjukan pada analisi hasil pengujian
di Tabel 7.
Nilai
fuzzifikasi Sesuai
|
6
|
Nilai
fuzzifikasi tidak sesuai
|
0
|
Tingkat
keakuratan perhitungan
|
100 %
|
Tabel 7. Analisis tingkat keakuratan fuzzy
Pada pengujian keempat, terdiri
dari 2 sub- pengujian, yaitu pengujian prioritas dan pengujian waktu eksekusi
task pada RTOS. Untuk sub-pengujian yang pertama, dilakukan pengujian prioritas
dengan cara mengamati urutan eksekusi task pada sistem. Sebelumnya pada tiap
task sudah diberikan penanda berupa serial.println() sehingga data bisa diamati
pada serial monitor pada Arduino IDE. Berdasarkan pengujian yang dilakukan,
maka didapatkan hasil seperti pada Gambar 11 berikut.
Berdasarkan analisis Gambar 11,
Task gas yang memiliki prioritas terbesar di eksekusi terlebih dahulu, hal ini
dikarenakan pada task gas diberi prioritas 3 dimana, prioritas tersebut
merupakan prioritas terbesar dalam sistem. Selama task 3 dieksekusi task dengan
prioritas yang berada dibawahnya akan menunggu di eksekusi sampai task 3 menyelesaikan
tugasnya, hal ini dikarenakan terdapat fungsi semaphore() pada sistem yang
bertugas agar task tersebut tidak dapat di interrupt oleh task lain selama task
tersebut masih dieksekusi. Ketika task gas selesai dieksekusi maka task suhu,
task inferensi dan task defuzzifikasi akan di eksekusi sesuai urutan prioritas.
Untuk sub-pengujian yang kedua,
dilakukan pengujian waktu eksekusi pada tiap task dan eksekusi task secara
keseluruhan. Tujuan dari pengujian ini untuk memastikan waktu eksekusi task
pada sistem tidak melebihi deadline yang sudah ditentukan yaitu 100 ms.
Sebelumnya pada tiap task sudah diberikan fungsi timer berupa micros() sehingga
data bisa diamati pada serial monitor pada Arduino IDE. Berdasarkan pengujian
yang dilakukan, maka didapatkan hasil seperti pada Tabel 8 berikut.
Task
|
Waktu
eksekusi (ms)
|
Deadline
(ms)
|
Hasil
|
Task Gas
|
± 1,4
|
100
|
Tidak
Melebihi Deadline
|
Task Suhu
|
± 0,2
|
Tidak Melebihi Deadline
|
|
Task Inferensi
|
± 0,07
|
Tidak Melebihi Deadline
|
|
Task Defuzzy
|
± 0,05
|
Tidak
Melebihi Deadline
|
|
Total Waktu
|
± 1,9
|
Tidak Melebihi Deadline
|
Tabel
8. Hasil pengujian waktu eksekusi task
Pada pengujian terakhir,
dilakukan perbandingan waktu eksekusi sistem menggunakan RTOS dengan sistem
tanpa menggunakan RTOS. Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui eksekusi
program dari sistem manakah yang lebih cepat. Sebelumnya pada tiap program
sistem sudah diberikan fungsi timer berupa micros() sehingga data bisa diamati pada
serial monitor pada Arduino IDE. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, maka
didapatkan hasil seperti pada Tabel 9 berikut.
Sample
|
Waktu
eksekusi dengan RTOS (ms)
|
Waktu
eksekusi Tanpa RTOS (ms)
|
1
|
1,900
|
1,720
|
2
|
1,896
|
1,724
|
3
|
1,896
|
1,740
|
4
|
1,9 00
|
1,724
|
5
|
1,9 00
|
1,728
|
6
|
1,9 00
|
1,740
|
7
|
1,9 08
|
1,724
|
8
|
1,896
|
1,744
|
9
|
1,896
|
1,732
|
10
|
1,904
|
1,728
|
Rata - rata
|
1,8976
|
1,7304
|
Tabel
9. Hasil perbandingan waktu eksekusi program sistem RTOS dengan sistem tanpa
RTOS
Bedasarkan perbandingan
rata-rata waktu eksekusi dari Tabel 9 diketehui bahwa sistem yang menggunakan
RTOS memerlukan waktu eksekusi lebih lama dibandingkan sistem yang tanpa
menggunakan RTOS. Hal ini dapat dilihat bahwa selisih waktu eksekusi dari
sistem sekitar ± 0,167 ms. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah
satunya waktu perpindahan ketika semphore dilepas dari satu task dan diterima
oleh task lainnya. Pada sistem ini watu perpindahan tersebut memerlukan 0,05ms.
4.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian yang sudah dilakukan
dalam penelitian ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
1.
Proses akusisi data pada MQ-6
meliputi pembacaan gas propana dan butana yang ada diudara, sedangkan pada LM35
meliputi pembacaan suhu panas yang terdeteksi di sekitar (dinyatakan dalam oC).
2.
Implementasi fuzzy pada sistem
meliputi 3 proses, yaitu fuzzifikasi, inferensi, dan defuzzifikasi yang
digabungkan dengan task pada RTOS. Hasil dari implementasi metode fuzzy dan
RTOS pada sistem sesuai dengan perancangan yang sudah dibuat. Sistem
dapat menentukan berbagai kondisi dengan input yang bervariasi.
3.
Penentuan prioritas dan waktu
deadline pada setiap task (RTOS) berpengaruh terhadap urutan task yang akan
dieksekusi. Apabila penentuan prioritas dan waktu pada task tidak seimbang maka urutan task yang
dieksekusi tidak bisa diprediksi.
4.
RTOS pada sistem berpengaruh
pada urutan eksekusi task dan penentu deadline tiap task. Apabila task yang di
eksekusi melebihi deadline yang diberikan maka sistem tidak akan berjalan.
Berdasarkan hasil pengujian waktu eksekusi tiap task dan total semua task tidak melebihi deadline yang
diberikan yaitu 100 ms.
5.
Dari segi kecepatan waktu
eksekusi sistem menggunakan RTOS memerlukan waktu lebih lama dibandingkan
sistem tanpa RTOS. Waktu eksekusi
sistem RTOS untuk menjalankan semua task adalah ± 1,9 ms dan waktu eksekusi
sisten yang tanpa RTOS adalah 1,7 ms. Hal ini dikarenakan pada sistem RTOS
terdapat kegiatan terima-lepas semaphore dari
satu task ke task lainnya, dimana kegiatan memerlukan watu 0,05 ms.
5. DAFTAR PUSTAKA
Jatmiko, W.,
Mursanto, P., Jati, G., Purnomo,
D. M.,
Alhamidi, M. R., Habibie, N., & Dwinto, K. (2015). RTOS Teori dan Aplikasi. Depok: Fakultas Ilmu komputer Universitas
Indonesia.
Pantano, N.
(2011-2012). Real Time Operating System
on Arduino.
Widyanto,
& Erlansyah, D. (2014, November 15). ALAT
DETEKSI KEBOCORAN TABUNG GAS ELPIJI BERBASIS
MIKROKONTROLER. Dipetik
January 27, 2017, dari
http://publikasi.dinus.ac.id/index.php/se mantik/article/viewFile/818/605
Kurniawan, F.
R., Setiawan, I., & Sumardi. (2012). MULTITASKING
PADA MIKROKONTROLER ATMEGA16 MENGGUNAKAN REAL TIME OPERATING SYSTEM (RTOS)
JENIS
COOPERATIVE . Semarang: Universitas
Diponegoro.
Kusumadewi,
S. (2003). Artificial Intelligence (Teknik
dan Aplikasi). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumadewi,
S., & Hartati, S. (2006). Neuro
Fuzzy-Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumadewi, S.,
& Purnomo, H. (2004).
Aplikasi Logika Fuzzy untuk Sistem Pendukung Keputusan Edisi
Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumadewi, S., & Purnomo, H. (2010).
Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Komentar
Posting Komentar